TK Negeri 2 Yogyakarta, Sekolah Berbasis Budaya

Ibu Tri Haryatni sedang berbagi cerita TK Negeri 2 Yogyakarta (doc. Dolanan Anak Jogja/Santos)


TK Negeri 2 Yogyakarta, Sekolah Berbasis Budaya

Saya berkesempatan duduk di antara pamong TK/RA se-Yogyakarta di Pendopo Agung Taman Siswa. Hari itu, kami sedang mengikuti “Coaching Clinic Dolanan Anak” dalam acara Sepekan Dewantara. Kami, kurang lebih tiga puluh pamong TK/RA, duduk mendengarkan cerita Ibu Tri Haryatni, kepala sekolah TK Negeri 2 Yogyakarta. TK tersebut adalah sekolah percontohan bagi TK/RA lainnya di Yogyakarta.
Ibu Tri Haryatni bercerita dengan tenang sekali. Suaranya lemah lembut, persis seorang pamong ketika sedang mendampingi anak-anaknya di sekolah. Ia mulai dengan menyetujui paparan pemateri sebelumnya, Cak Lis, terkait pembelajaran dengan Metode Sariswara. Baginya, mengajari anak-anak memang akan lebih menyenangkan ketika melalui nyanyian ataupun tepukan tangan.
Kami diingatkan tentang sebuah lagu yang biasa kami nyanyikan bersama anak-anak. Hari ini, Ibu Tri Haryatni pun mengajak kami menjadi anak-anak. Beliau yang menjadi pamongnya. Dengan gerak laku seorang pamong, beliau mengajak kami bernyanyi bersama.
Reng-ireng duwet mateng
Manuk podang mencok pager
Yen diwulang kudu anteng
Besok dadi bocah pinter
Kami yang genap menjadi anak-anak, dengan senang hati menyanyikan lagu itu bersama Ibu Tri Haryatni. Kami jadi mengingat anak-anak kami di sekolah, ketika kami menyanyikan lagu tersebut, mereka pun mengikutinya. Lagu itu pun menjadi semacam cara mengondisikan kelas yang mujarab. Anak-anak mengerti benar, jika ingin menjadi pintar, ketika diajar harus tenang dan mengikuti pelajaran dengan sebaik mungkin.
Lagu-lagu atau permainan yang kami ajarkan kepada anak-anak tidak hanya sekadar untuk bersenang-senang. Akan tetapi, kami mencoba untuk memberikan pelajaran dengan cara yang lebih menyenangkan. Misalnya, ketika hendak mengenalkan tokoh wayang, kami tidak lantas bercerita tentang Mahabharata atau Ramayana. Kami cukup mengajak anak-anak bermain Tepuk Punokawan.
Tepuk Punokawan

Prok…prok…prok… (tiga kali tepuk tangan)
Diesem-eSEMAR
Prok…prok…prok… (tiga kali tepuk tangan)
Disigar-siGARENG
Prok…prok…prok… (tiga kali tepuk tangan)
Dipepe-pePETRUK
Prok…prok…prok… (tiga kali tepuk tangan)
Dibuka cilukBAGONG
Tidak hanya senang, anak-anak akan mengingat nama-nama tersebut. Ketika sudah mengingat dan menyukainya, kami baru mengenalkan lebih mendalam tentang wayang tersebut, seperti mengundang dalang atau berkunjung ke museum wayang. Harapannya, ketika anak-anak belajar dengan senang hati, pelajaran dapat dipahami dengan baik.

Dari Nature ke Culture
Ibu Tri Haryatni bercerita bahwa di sekolahnya, TK Negeri 2 Yogyakarta, setiap pagi dibiasakan menyanyikan lagu “Indonesia Raya”. Hal itu dilakukan untuk mengakrabkan anak-anak dengan lagu kebangsaan negaranya. Harapannya, agar anak-anak setidaknya mengerti dan kelak memahami bagaimana semangat kebangsaan itu tumbuh dalam diri mereka.
Selain itu, sebagai sekolah percontohan, anak-anak di TK Negeri 2 Yogyakarta pun membiasakan menyanyikan lagu keselamatan lalu lintas dan lagu daerah (tembang Jawa). Untuk yang terakhir itu, menurut pengakuannya, Ibu Tri Haryatni mengganti lagunya setiap hari. Harapannya anak-anak tidak tercerabut dari anak budayanya, seperti dalam konsep Ki Hadjar Dewantara, konsentris.
Lagu-lagu daerah yang setiap hari berganti, membuat anak-anak senang menyanyikannya. Seperti misalnya, untuk mengenalkan tanah air Indonesia, TK Negeri 2 Yogyakarta mengajak anak-anaknya untuk menembangkan lagu ini.
Iki genderaku
Iki genderaku
Merah… putih… sang dwiwarna
Klebet… klebet…ing angkasa
Tak jaga, tak reksa
Tak jaga, tak reksa
Lambange negara kita
Jo wani-wani ngina
Jo wani-wani ngina
Iki lo… iki lo sing bakal bela
Metode Sariswara memang terbukti menarik dan efisien. Selain anak-anak senang, materi yang terdapat di dalam lagu-lagunya pun bisa dipahami. Oleh karenanya, setiap kali kami menyanyikannya bersama, anak-anak tetap menyukainya. Bahkan begitu antusias.
Selain berpijak pada konsentris-nya Ki Hadjar Dewantara, TK Negeri 2 Yogyakarta juga melandaskan pada kontinyu. Pembiasaan yang dilakukan secara terus-menerus mempunyai tujuan panjang, yaitu kebudayaan. Atau bisa dikatakan, dalam bahasanya Ki Hadjar Dewantara adalah dari nature ke culture.
Oleh karena itu, setiap hari Jumat, sekolah itu mewajibkan penggunaan bahasa Jawa sehari penuh. Ibu Tri Haryatni mengakui, pada awalnya anak-anak masih merasa asing dan aneh dengan pola tersebut. Akan tetapi, setelah dibiasakan setiap seminggu sekali, anak-anak pun menyukainya.

Pendidikan bagi Orangtua Siswa
Yang tidak kalah menarik dari pendidikan di TK Negeri 2 Yogyakarta adalah bagaimana pendidikan diberikan kepada orangtua siswa. Di sekolah ini, pengenalan budaya tidak hanya melalui lagu atau tembang Jawa. Akan tetapi, disampaikan pula melalui dolanan anak tradisional dan makanan khas daerah.
Dengan beragamnya cara pembelajaran budaya ini, menuntut orangtua untuk berpengetahuan lebih luas. Ketika anak-anak membawa kebiasaannya di sekolah, seperti menyanyikan lagu-lagu, orangtua harus siap menjawab pertanyaan anaknya. Pertanyaan tersebut, seperti, “Lanjutan lagu ini apa, ya, Bu?” Atau anak-anak yang menanyakan cara memainkan satu dolanan dan bahan dasar suatu makanan.
Oleh karenanya, sekolah ini ternyata memberlakukan pendidikan bagi orangtua. Pembelajaran tersebut melalui program parenting dan WhatsApp Group Discussion. Melalui dua program ini, orangtua dengan mudah dapat mengakses pengetahuan tentang apa yang disampaikan para pamong di sekolah. Dari sinilah orangtua tidak lagi akan kuwalahan menjawab dan menemani anak-anaknya ketika belajar di luar sekolah.

Yogyakarta, Mei 2019
[Tulisan ini disarikan dari Coaching Clinic Dolanan Anak dalam acara “Sepekan Dewantara” di Pendopo Agung Taman Siswa, 30 April 2019]

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama