Selamat datang di tulisan ini, Sahabat. Terima kasih sudah singgah dan menyempatkan diri untuk membaca. Kali ini, saya akan membagikan sedikit yang saya tangkap dari kuliah umum bersama Butet Manurung, seorang aktivis pendidikan dan pendiri Sokola Rimba. Kuliah umum yang bertema "Motivasi Guru dalam Mendidik: Belajar dalam Mengajar" ini diselenggarakan oleh Kemdikbud RI dalam rangka pembekalan PembaTIK Level 4: Berbagi.
Kak Butet membuka kuliah dengan sebuah cerita yang menyadarkan saya bahwa pintar dan bodoh itu tergantung pada siapa yang berbicara dan pada tempat mana label tersebut digunakan. Kak Butet dengan lihai bercerita tentang gesitnya anak-anak Rimba memanjat pohon, meskipun mereka baru saja menyelam dari dalam danau. Kak Butet mengatakan bahwa hal itu dikarenakan mereka hanya mengenakan cawat (celana dalam) dan itulah yang menyelamatkan mereka. Ini menyadarkan saya bahwa segala sesuatu yang kita pakai, mestilah disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada. Kalau dalam Jawa, mungkin bisa disebut sebagai empan papan.
Pembahasan Kak Butet kemudian mengerucut pada seharusnya pendidik dapat menyesuaikan diri dengan peserta didik, bukan malah sebaliknya. Dengan memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi peserta didik, maka pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Sebagai contohnya, Kak Butet menceritakan bagaiman dirinya mengajar anak-anak Rimba. Metode yang dipakai oleh Kak Butet adalah metode hadap masalah. Dengan menjadikan penghadapan masalah sebagai media pengajaran kepada anak-anak Rimba, maka Kak Butet dimudahkan dalam menjelaskannya. Selain itu, anak-anak Rimba pun dapat langsung mempraktikkannya. Dalam kata lain, seorang pendidik seharusnya dapat mengajarkan materi secara kontekstual.
Kak Butet menekankan pada pembelajaran kontekstual agar peserta didik tidak terjebak pada istilah sekolah untuk pergi, yaitu fenomena orang-orang yang dulu pergi ke kota untuk menuntut ilmu dan kembali ke desa dengan begitu asing. Ilmu-ilmu yang dipelajari di sekolah tidak dapat diterapkan di masyarakat. Hal ini yang mestinya dihindari. Oleh karena itu, setiap kegiatan pembelajaran harus dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
Nah, kata Kak Butet, seorang pendidik mestilah mempunyai kecakapan untuk melihat kemampuan dasar yang dimiliki oleh peserta didik. Mengapa demikian? Karena seorang peserta didik bukanlah kertas kosong, akan tetapi kertas dengan garis-garis samar yang sudah berkembang dalam dirinya. Oleh karena itu, seorang pendidik harus mempunyai pola pikir bahwa peserta didik mempunyai kecerdasannya masing-masing. Tugas seorang pendidik bukan membelokkan arah jalan peserta didik, akan tetapi memperkuat dan memperjelas jalan yang sudah tergaris dalam kehidupan peserta didik.
Bagaimana caranya? Kak Butet mengatakan, seorang pendidik harus belajar terus-menerus. Belajar di sini dimaksudkan dengan terus memperbarui cara-cara mengajar yang disesuaikan dengan konteks peserta didik yang dihadapi. Apabila seorang pendidik mengajar dengan cara dan materi yang sama selama bertahun-tahun, Kak Butet mengatakan hal itu bukan pengalaman mengajar. Akan tetapi, baru bisa disebut sebagai pengalaman mengulang mengajar. Menusuk, bukan? Hiks.
Inti dari pemaparan Kak Butet adalah pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi peserta didik, bukan pendidik. Kalau Sahabat ingin menyimak pembahasan lengkapnya bisa berkunjung ke YouTube Channel Rumah Belajar Kemdikbud, sila klik video di bawah ini.
Akhir kata, terima kasih telah membaca dan nantikan tulisan berikutnya.
Merdeka Belajarnya, Rumah Belajar Portalnya, Maju Indonesia
#merdekabelajar #nadiemmakarim #pembaTIK2020 #merdekabelajar #tributetohendriwidiatmoko #guruberbagi #gurupenggerak
Keren banget runtut tulisannya Ndri😍. Terima kasih sudah berbagi informasi 🙏🏽
BalasHapusTerima kasih, Masbro. Yuk, baca yang lainnya.
Hapusmantap...panutan
BalasHapusTerima kasih
HapusPosting Komentar