Serangan Balik Calon Kepala Desa yang Lihai dan Penuh Tipu Bahasa


Saya bergegas ke tempat penyampaian visi-misi. Saya sudah telat. Di sana masih sepi. Kenapa bisa seperti ini? Apa warga sama malasnya dengan saya? Atau kecewa pula dengan visi-misi sebelumnya? Atau? Atau? Atau?!!!

Di antara kesepian warga itu, masih ada kok warga yang sedia menghadirkan tubuhnya. Tubuh, lo, ya... Belum tentu pikiran dan hatinya. Eh? Tubuh kan gampang dibawa ke mana-mana, kalau pikiran dan hati? Ya maunya sih di kamu aja. Uwuwu~

Tenang, kamu tidak perlu ikut cemas dengan kesepian ini. Kamu gak akan kuat. Biar ketua RT saja. Iya, ketua RT panik bukan main. Ini sudah pukul setengah sembilan--padahal undangan pukul setengah delapan--tapi, masih sepi nian. Sedih gak sih?

Saya perhatikan, ketua RT bolak-balik antara duduk dan berdiri. Selain untuk menyalami warga yang datang, beliau sibuk untuk menengok ujung jalan. Siapa yang kira-kira akan menyusul datang? Ke mana para pemuda pergi?

Akhirnya, tidak lama setelah ketua RT ngoprak-oprak warga--termasuk pemuda--angka kehadirannya naik juga. Kami sudah siap seperti kemarin. Lagi-lagi calonnya telat hadir. Woy... Sebenarnya kami harus dukung siapa sih? Kok dua-duanya gak disiplin waktu seperti itu? Pemimpin itu seperti guru, digugu lan ditiru. Wajar sih jadi warganya pun semalas saya. Huh!

Pas lagi nunggu seperti ini, warga pun mulai saling bicara. Suasana pun makin ramai. Satu persatu menyampaikan pendapatnya tentang kedua calon, baik yang baru maupun petahana. Mereka saling menyusun rencana, kira-kira apa yang akan mereka tanyakan nantinya?

Saya melihatnya masih sama, warga berusaha ingin melihat bagaimana respon calon dengan permasalahan-permasalahan yang ada. Sebenarnya warga sudah tidak begitu percaya dengan si Petahana. Apalagi setelah luka-luka pemerintahannya dibuka oleh tim pemenangan calon sebelumnya.

Ternyata, di antara banyak ketidakpercayaan itu, masih ada yang kuat dalam mendukung si Petahana. Orang-orang tersebut, meskipun cuma satu-dua, masih terus meragukan calon baru. Yang belum tahu apa-apa tentang pemerintahan desa, besok mau membawa kita ke arah mana? Akhirnya, saya melihat, perdebatan sebenarnya bukan antara kedua calon, tapi warga yang berada di belakang mereka.

Si Petahana datang bersama istrinya. Mereka menyapa dan tersenyum. Dilanjutkan dengan salam-menyalami. Petahana menyalami bapak-bapak, sedangkan istrinya menyalami ibu-ibu. Bagaimana pun keduanya pernah menjadi pemimpin mereka. Rasa hormat masih dong, yhaa....

Ketua RT kemudian menyilakan calon untuk menyampaikan visi-misi. Tidak perlu ba-bi-bu dan lama-lama menunggu. Wong wis wengi kok, yha. Mengko ndak malah selak do turu. Eman dong, yha, ngomong di depan orang tidur. Ntar dikira ngelindur.

Menariknya, si Petahana maju sendiri. Tidak ditemani tim pemenangan maupun istri. Katanya, semua wargalah tim pemenangannya. Tanpa warga, petahana nggak akan ada apa-apanya. Duhh... Bisa banget sih ngomongnya. Persis kayak kata-kata mantan kamu, kan? Katanya, nggak bisa hidup tanpamu, tapi ujung-ujungnya meninggalkan.

Visi-misi disampaikan tanpa teks yang dibagikan. Sudah di luar kepala, katanya. Intinya, pengoptimalan apa yang sudah ada. Sudah enam tahun lo menjabat jadi kepala desa. Sudah khatam dong, yha, masalah tetek bengek dan segala rupa.

Warga pun menanggapi. Bagi yang pro, masukan-masukannya membuat calon ini nyengir bahagia. Bagi yang kontra, pertanyaan dan desakan-desakannya bikin nyesek dada. Sudah begitu, penyampaiannya menggebu-gebu. Pokoknya minta penjelasan yang sejelas-jelasnya.

Setelah memulai jawaban dari arah mana-mana (baca: ngalor-ngidul), si petahana menjelaskan perkara dana desa--permasalahan utama yang diangkat calon sebelumnya. Katanya, apa yang disampaikan calon pertama itu ngawur. Tidak ada dana sebanyak itu. Cuma gadang-gadangnya saja yang besar, aplikasinya kecil. Sejumlah uang 1,1 M untuk desa, baru terealisasi tahun 2019 ini.

"Harus dibedakan, ya, antara Dana Desa dan APBDes." imbuhnya.

Saya melongo. Warga pun melongo. Melongo kami tentu berbeda. Warga melongo karena tidak tahu apa-apa, sedangkan saya melongo karena petahana pandai sekali bicara. Yang dibicarakan calon sebelumnya kan memang APBDes, bukan hanya Dana Desa. Kok, bisa-bisanya mengakali kata-kata. Warga yang tidak paham kan cuma mengiyakan saja. Duhh~

Hampir dua jam acara ini berlangsung, hampir didominasi penjelasan calon yang ngalor-ngidul. Ada sih warga yang sempat menyetopnya. Tapi diambil alih kembali. Pantas sih, wong sudah biasa menanggapi. Warga seperti kami mah pasti tidak begitu berarti.

Tapi, to, ternyata sama saja. Acara-acara seperti ini tidak luput dari janji-janji. Mau calon seperti apa pun, janjinya masih sama, memajukan desa. Mohon doa restu dan bantuannya--agar kelak ketika jadi kepala desa, bisa gantian membantu warga. Gitu sih, katanya.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama