Naskah Drama "Sarapan Terakhir" Karya Andrian Eksa


Sarapan Terakhir
Andrian Eka Saputra


Tokoh:
Abah, 70 tahun, mantan tentara.
Ibu, 60 tahun, ibu rumah tangga.
Hasan, 24 tahun, mahasiswa.
Yanti, 40 tahun, pembantu rumah tangga.

Sarapan Terakhir
Andrian Eka Saputra
Universitas Negeri Yogyakarta
andrianeksa@gmail.com

1
PAGI HARI.
RUANGAN TENGAH SEBUAH RUMAH. TERDAPAT DUA BUAH PINTU MASING-MASING MENUJU KAMAR; KAMAR SANG ANAK, DAN KAMAR ORANG TUA. DI BELAKANG, TAMPAK DINDING YANG DIGANTUNGI BEBERAPA FOTO DALAM PIGURA (FOTO KELUARGA, FOTO HITAM PUTIH SEORANG PRIA BERSERAGAM LORENG, DAN LAIN-LAIN), DAN RAK BUKU YANG BERISI KEBANYAKAN BUKU-BUKU AGAMA.
ABAH DUDUK BERSANDAR DI KURSI. DI HADAPANNYA TERDAPAT BEBERAPA CAMILAN, DAN SECANGKIR MINUMAN HANGAT. IBU DUDUK DI KURSI RODA, DI PANGKUANNYA TERDAPAT BEBERAPA POTONG UBI REBUS YANG MENUNGGU GILIRAN UNTUK DIKUPAS. KEDUANYA TELAH BERUSIA LANJUT.
PINTU KAMAR HASAN DIBIARKAN TERBUKA. HASAN TENGAH MENGEPAK BAJU-BAJU DI DALAM KAMAR. AKTIVITASNYA SESEKALI TERLIHAT DARI LUBANG PINTU.

1.   Abah         : Diperiksa lagi, jangan sampai ada yang tertinggal.
2.   Hasan        : (SUARA) Sudah, Bah.
3.   Abah         : Jangan sampai seperti kakakmu dulu.
4.   Hasan        : (SUARA; LALU TERTAWA) Insyaallah tidak.
5.   Abah         : Kakakmu juga memberikan jawaban serupa. Merepotkan sekali kakakmu waktu itu. Pagi buta aku harus buru-buru ke kantor pos, mengirimkan barang-barangnya yang tertinggal.
6.   Hasan        : (KELUAR KAMAR, MENUJU RAK BUKU) Abah tenang saja. Hasan telah membuat semacam check-list untuk barang apa saja yang akan Hasan bawa. Tak banyak, hanya beberapa baju, perlengkapan salat, juga (MENGAMBIL BEBERAPA JUDUL BUKU AGAMA DARI RAK) beberapa buku saja.
7.   Abah         : Quran jangan lupa!
8.   Hasan        : Mana mungkin Hasan meninggalkan Pedoman Ilahi itu. Di perjalanan nanti, tentu Hasan akan membacanya.
9.   Abah         : Alhamdulillah kalau kau tak melupakannya. (BERBINCANG KEPADA ISTRINYA) Nah!
IBU TAK MENANGGAPI.
10.  Abah        : Ah, ibumu terlalu asyik dengan ubi-ubi itu. Usia telah merenggut pendengarannya. San, aku bersyukur padamu. Tuhan telah menganugerahkan anak-anak yang insyaallah tidak lalai terhadap agama.
11.  Hasan       : Sudah kewajiban kami, Bah. (MASUK KE KAMAR)
12.  Abah        : Alhamdulillah. (JEDA) San, apa kau melihat Yanti?
13.  Hasan       : Tadi kulihat Simbok berangkat ke pasar. Entah sudah pulang atau belum Hasan tak tahu. Ada apa, Bah?
14.  Abah        : Mau minta tolong supaya dia menjerang air. Untuk mandi ibumu.
15.  Hasan       : Biar Hasan saja, Bah.
16.  Abah        : Kau tak terburu?
17.  Hasan       : Keretaku masih beberapa jam lagi, masih cukup banyak waktu untuk berbagi kebahagiaan di rumah ini, Bah.
18.  Abah        : Cukup, cukup, cukup. Cukup semalam saja Abah menangis, tak mau lagi pagi ini aku menagis karena ocehanmu. Sana, jeranglah sepanci besar, untuk ibumu dan aku.
19.  Hasan       : Baik, Bah.
HASAN MENUJU KE DAPUR. ABAH BERSANDAR MENATAP LANGIT-LANGIT. IBU TAK SENGAJA MENJATUHKAN SEPOTONG UBI REBUSNYA.
20.  Ibu           : Eh! Jatuh.
21.  Abah        : (MELANGKAH MENUJU IBU) Bahkan jemarimu turut bersedih atas rencana Hasan ya?
22.  Ibu           : Apa?
23.  Abah        : Hasan jadi pergi.
24.  Ibu           : Hasan … pergi?
25.  Abah        : Kau harus merestuinya.
26.  Ibu           : Kita sendiri lagi.
.
.
.

(untuk naskah lengkapnya, silakan email ke andrianeksa@gmail.com)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama