Wawancara dengan Herlina Tien
A.
Biografi Penulis
1.
Nama :
Herlina Tien Suhesti (Herlinatiens)
2.
Tempat tanggal lahir : Ngawi, 26 April 1982
3.
Agama :
Islam
4.
Alamat asal : Ngawi
5.
Alamat tempat tinggal sekarang: Bumi
Ijo, Yogyakarta
6.
Status : Menikah (1 anak, umur 2 tahun)
7.
Riwayat Pendidikan:
Jenjang
|
Nama sekolah / PT
|
Tempat sekolah
|
Lulus tahun
|
SD
|
SDN Widodaren 4
|
Ngawi
|
1994
|
SMP
|
SMPN 1 Widodaren
|
Ngawi
|
1997
|
SMA
|
SMKN 1 Yogyakarta
|
Yogyakarta
|
2000
|
S1
|
PBSI FBS UNY
|
Yogyakarta
|
2006
|
S2
|
Ilmu Religi & Budaya, Universitas Sanata
Dharma
|
Yogyakarta
|
Lupa
|
S3
|
-
|
-
|
-
|
B.
Riwayat Keluarga
1.
Nama ayah : Sariat
2.
Pendidikan ayah : SMA
3.
Pekerjaan ayah : Pensiunan di PT KAI
4.
Nama ibu : Arif Pujianti
5.
Pendidikan ibu : SMA
6.
Pekerjaan ibu : Ibu rumah
tangga
7.
Jumlah saudara : 3 bersaudara (perempuan semua)
C.
Riwayat Pekerjaan
Tahun
|
Riwayat
pekerjaan
|
Tempat
pekerjaan
|
Lupa
|
Presenter
di Jogja Tv
|
Yogyakarta
|
Lupa
|
Presenter
di DAI Tv
|
Jakarta
|
Lupa
|
Staf
Ahli Yayasan Umar Kayam
|
Yogyakarta
|
2009—sekarang
|
Konsultan
IT di AD!JAVA Pathnership
|
Yogyakarta
|
D.
Riwayat Kepenulisan
1.
Mulai menulis tahun : 1989 (SD kelas 2)
2.
Genre yang ditulis : Puisi (pertama kali)
3.
Pertama kali dimuat/dipublikasikan:
a.
Nama media publikasi : Majalah Andaka (milik Jawa Pos)
b.
Tahun :
1989
4.
Penghargaan bidang sastra yang pernah
diperoleh (bila ada)
Jenis penghargaan
|
Perolehan tahun
|
Pemberi penghargaan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
5.
Karya yang dihasilkan (bila kurang,
lanjutkan kolom sendiri)
Judul
|
Tahun penulisan/publikasi
|
Penerbit / media yang
mempublikasikan
|
Garis Tepi Seorang Lesbian
|
2003
|
Galangpress Group
|
Dejavu, Sayap yang Pecah
|
2004
|
Galangpress Group
|
Jilbab Britney Spears
|
2004
|
Pustaka Anggrek
|
Sajak Cinta yang Pertama
|
2005
|
Bayumedia
|
Malam untuk Soe Hok Gie
|
2005
|
Galangpress Group
|
Rebonding
|
2005
|
Galangpress Group
|
Broken Heart, Psikpop Teen Guide
|
2005
|
Galangpress Group
|
Koella, Bersamamu dan Terluka
|
2006
|
Pinus
|
Sebuah Cinta yang Menangis
|
2006
|
Pinus
|
Menagerie 7: People Like Us
|
2010
|
Lontar Foundation
|
Ashmora Paria
|
2012
|
DIVA Press
|
Koella, Bersamamu dan Terluka
|
2012
|
DIVA Press
|
Sebuah Cinta yang Menangis
|
2012
|
DIVA Press
|
Maria Tsabat
|
2012
|
DIVA Press
|
Cerita-Cerita Pengantin
|
Lupa
|
Lupa
|
6.
Beberapa pertanyaan terkait riwayat proses
kreatif
a. Siapa yang mengajarkan proses menulis
pertama kali?
Yang membuat saya besar hati untuk menulis itu
guru Bahasa Indonesia SMP saya, Sri Widayati. “Tulisanmu bagus,” versi dia ya,
saya jadi merasa berarti bisa nulis. Waktu itu kan setiap ujian pasti ada kolom
untuk kita menulis, jadi ya di situ saya nulis.
Yang kedua, Pak Ilyas, guru Pancasila di SMK
saya. Jadi diam-diam, dia mengirimkan proposal penelitian saya ke LIPI
Provinsi, dan itu yang membesarkan hati saya. Ternyata masuk nominasi 10 besar.
Waktu itu saya nulis tentang dampak negatif majunya IPTEK untuk lingkungan.
Jadi kan peres banget, mengarang indah kan? Sudah studi pustaka doing, nggak
ada riset-riset. Kalau yang lain riset bener yang lebih sains, kalau saya kan
sosial.
b. Kapan Anda merasa sedang
produktif-produktifnya dalam menghasilkan karya?
Belum pernah saya merasa produktif-produktif
dalam menulis. Saya kalau mau nulis biasanya data sudah ada. Misal kayak Maria
Tsabat, dari tahun 2007, saya bolak-balik Bali, saya stay di Bali. Saya main ke pura, ke gereja. Kalau ke gereja malah
sejak buku yang sebelumnya, Sebuah Cinta
yang Menangis. Saya kumpulin saja, pasti saya menemukan sesuatu di situ
kan? Begitu saya klik! Nah saya mau
nulis ini, ya sudah saya tulis. Biasanya tidak pakai lama kalau saya nulis itu,
Garis Tepi saya tulis lima hari empat
malam, tapi jangan dilihat empat hari lima malamnya, kan prosesnya sejak tahun
2000, saya sudah mulai riset.
Kalau produktif itu dihitung dari kuantitas, saya
lupa tahunnya, tapi pernah dalam setahun-dua tahun saya menerbitkan beberapa
tulisan. Itu diterbitin Galang, itu pun saya menahan diri lo untuk tidak
diterbitkan.
c. Apa yang menjadi ide-ide penulisan
anda?
Diplomatis ya, (tertawa), hal-hal yang terlupakan
dan dilupakan orang. Tapi saya senang sih, ya itu, kayak lesbian.
d. Siapakah teman seprofesi menulis
anda?
Waktu kuliah itu saya punya teman menulis,
namanya Mas Wachid Eko Susanto, dia ada buku puisi, dan saya senang sama
puisi-puisinya. Terus Mas Dadang Afriadi dan satu lagi Mas Asep Mansyurudin.
Itu kakak tingkat saya, yang membuat saya pede
buat nulis, dia di PBSI.
e. Apakah anda bergabung dengan
komunitas penulis? kalau iya, komunitas apa?
Saya nggak punya komunitas, saya takut. Apalagi
di susastra begini. Nggak pengen saya. Ya jelas itu merugikan saya. Takut saya.
Jadi saya nggak mau disebut sastrawan.
f. Persoalan apa yang biasanya diangkat
dalam karya kreatif anda?
Ya sekitar itu. Hal-hal yang sering dilupakan dan
terlupakan oleh orang-orang.
g. Mohon jelaskan tahapan proses menulis
anda.
Ya tadi, saya melakukan riset untuk mengumpulkan
data. Kalau sudah nemu klik! Ya
langsung saya tulis.
h. Bagaimana cara anda memelihara nafas
menulis?
Tuhan itu sayang banget sama saya. Kalau ada
orang tanya “apa kendalanya?” saya tidak punya kendala. Bukannya saya sombong.
Ini justru rasa syukur saya karena selalu dimudahkan sama Tuhan waktu menulis.
Seingat saya, belum pernah stack
ketika menulis. Ketika saya sudah siap, ya nulis saya.
i.
Apakah
menulis menjadi profesi utama anda? Kalau tidak, jelaskan apa profesi utama
anda.
Profesi utama, ibu rumah tangga. Cuma ini lagi
ada beberapa kerjaan yang sama ambil, salah satunya di LPSK, itu Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban. Itu lembaga setara kementrian. Saya menulis
saksi dan korban yang dilindungi oleh mereka.
j.
Apakah
memang ada kelompok pembaca yang anda tuju dalam karya-karya yang anda tulis?
Kalau iya, siapa?
Masyarakat umum. Saya nggak menembak ke masyarakat
sastra. Saya nggak mau orang-orang jatuhnya ngefans. Saya takut. Masalahnya
kalau sudah kayak gitu kan membabi buta, yang fanatik. Itu yang membuat kita
lupa, membuat kita lalai. Kita melakukan kesalahan, tetap saja mereka bela, kan
parah juga itu.
k. Apakah menurut anda, kurikulum
pendidikan di sekolah/perguruan tinggi mensupport kemampuan anda dalam menulis?
Sampean sendiri yang jawab lah, pasti sudah tahu.
Setahu saya kan di PBSI itu mencetak guru. Meskipun ada matakuliah menulis,
tapi bukan menulis kreatif. Menulis subjek, predikat, objek. Ya itu tadi, untuk
kepentingan guru itu. Jadi kalau secara khusus gitu saya nggak merasakan sih,
tapi pasti ada dampaknya.
l.
Apakah
ada saran/masukan untuk perbaikan kurikulum di perguruan tinggi, khususnya
dalam bidang/matakuliah kepenulisan kreatif?
Dulu itu ada program sastrawan mengajar. Pada
waktu itu saya pernah diajar oleh Pak Hamdy Salad. Tapi sayangnya, Cuma 2 sks.
Tapi kan mungkin itu dianggap sudah mencukupi untuk kepentingan mengajar.
Saya nggak bisa ngasih saran apa-apa, kan visi
misinya memang mencetak guru. Tapi kalau di pendidikan yang lebih rendah, SMP,
SMA gitu akan lebih baik kalau koleksi bacaan ditambah ya. Tidak hanya karya
sastra, tapi buku-buku umum.
Posting Komentar